Sejarah Yasinan




Yasinan atau tahlilan adalah acara untuk mendoakan keluarga atau tetangga yang sudah meninggal biasanya dengan memanjatkan doa-doa dan disertai dengan membaca Surah Yasin yang di lakukan sebagian besar masyarakat Indonesia

Acara tahlil umumnya dilakukan pada setiap hari Jum'at. Apabila ada seseorang yang meninggal, maka tahlil dilakukan pada :


- 7 (tujuh) hari berturut-turut setelah hari pertama kematian;
- hari ke-40
- hari ke-100
- hari ke-1000 atau acara tahunan meninggalnya seseorang. .

Yasinan dan Tahlil tidak dilakukan oleh sebagian besar kelompok yang berafiliasi dengan Wahabi Salafi di Indonesia karena kelompok ini menganggap acara tahlil sebagai bid'ah (sesuatu yang tidak ada petunjuk dari agama dan hadist)

Tahlil secara etimologis (pengertian bahasa) adalah membaca lafadz la ilaha ill-Allah (لاإله إلا الله). Dalam istilah sosio-kultural di Indonesia, tahlil adalah suatu acara seremoni sosial keagamaan untuk memperingati dan sekaligus mendoakan orang yang meninggal.



 

Disebut acara sosial-budaya karena tahlil hanya dikenal dan dilakukan oleh sebagian umat Islam Indonesia. 

Disebut acara keagamaan karena sebagian besar bacaan-bacaan dalam tahlil diambil dari Al Quran dan Al Hadits.

Adab Tahlil pada umumnya sering dilakukan pada saat suatu keluarga mengalami kedukaan (ada di antara salah satu familinya yg meninggal dunia), yang sebenarnya dalam islam sendiri acara tahlil untuk kematian tidak ada. 



Orang melakukan adab tahlil memiliki maksud untuk menghibur sang keluarga dari duka, dengan makna bahwa semua itu adalah sudah ketentuan dan taqdir Allah s.w.t. agar keluarga yang ditinggalkan tidak larut dalam kesedihan...


Tradisi bacaan Tahlil sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin sekarang ini tidak terdapat pada zaman nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Tetapi tradisi itu mulai ada sejak zaman penyebaran agama islam ke Indonesia oleh para Sunan-sunan Walisongo khususnya di tanah Jawa yang mereka lakukan berdasarkan istimbath dari Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin.
 
Hal ini mereka lakukan karena pada saat itu terdapat tradisi pada masyarakat Jawa ketika ditinggal mati oleh sanak keluarganya dilakukan ritual selama tujuh hari berturut-turut dan hari ke empat puluh setelah kematian, mereka mempercayai bahwa ritual ini dapat menebus dosa-dosa ahli kubur atau paling tidak bisa menambah kebaikan-kebaikannya, namun dalam prakteknya kerap kali pada acara tsb diisi dengan judi-judian dan minum-minuman keras.

Dari latar belakang semacam inilah, maka sunan-sunan Wali Songo tergugah untuk merubah adat istiadat mereka dengan ritual yang islami,  yaitu diisi dengan tahlil bersama, memanjatkan doa keselamatan bagi ahli kubur, keluarga dan orang-orang mukmin.




Diluar perdebatan dasar ibadah halal haram, boleh tidak atau bid'ah, yang pasti semua mahluk Allah SWT, baik yang masih hidup atau yang sudah mati memerlukan doa agar mendapat kebaikan dan keselamatan. 

bagi orang yang sudah meninggal berlaku ketentuan, sebagaimana Hadist Nabi Muhammad SAW, :


Dari Abu Hurairah r.a, dai berkata: ” Rosulullah Muhammad Saw  bersabda: Apabila anak adam meninggal dunia, terputuslah ilmunya kecuali tiga perkara, yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akannya. (HR. Muslim)


Ya.. saat kita mati nanti, maka putus sudah urusan dunia, kecuali sedekah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang sholih.

hadist ini menegaskan bahwa doa anak yang sholih akan sampai kepada orang tuanya, memberi kebaikan dan keselamatan pada orang tuanya yang sudah meninggal di alam kubur.

- Apakah doa istri/suami, doa keluarga, doa orang lain, doa tetangga, doa teman, doa saudara tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal?

- Apakah kita dilarang mendoakan orang yang sudah meninggal? 

- Apakah kita berdosa jika kita mendoakan orang yang sudah meninggal?

- Apakah hanya sia-sia dan tidak ada gunanya jika kita mendoakan orang yang sudah meninggal ? 


Pada dasarnya, mazhab Imam Syâfi‘î menilai bahwa pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang telah wafat, sementara mazhab Abû Hanîfah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pahalanya dapat diterima oleh orang yang telah wafat. 

Imam al-Qarâfî yang bermazhab Mâlikî ini menutup keterangannya dengan mengatakan, “Persoalan ini, walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita. 

Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh-tidaknya, melainkan pada kenyataan sampai-tidaknya pahala bacaan itu kepada orang yang wafat.


Wallahu A'lam Bishawab (dan Hanya ALLAH yang Maha Mengetahui)


Untuk itu, dari pada kita berdebat pada apa yang menjadi hak Allah SWT mau menerima doa dan ibadah kita atau tidak.. lebih baik kita kembali kepada niat awal.


Pada Hadist riwayat Imam Al-Bukhary no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 668 9 dan 6953 dan Imam Muslim no. 353, Rosulullah Muhammad Saw  bersabda: “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan."

Itulah mari kita kembali meluruskan niat, agar apa yang kita kerjakan tidak menjadi kesesatan dan bisa mendapat ridho Allah Swt.
 
 


* Note :


Oh ya, selain doa anak yang sholeh masih ada 2 hal yang bisa membawa kebaikan kepada orang yang sudah meninggal, termasuk kepada kita jika kita meninggal nanti, yaitu sedekah dan ilmu yang bermanfaat.

Untuk sedekah bisa kita lakukan dengan segala kemampuan kita, pahalanya akan mengalir terus kepada kita walaupun kita telah mati. Seperti sedekah membangun mesjid, pahalanya akan akan terus menerus kita terima selama mesjid itu dipergunakan oleh orang banyak.

Untuk ilmu yang bermanfaat bisa berbentuk kita memberi pelajaran yang baik kepada orang banyak, sehingga orang-orang tersebut mengamalkan ilmu dari kita maka kita akan mendapat pahalanya juga.

Seperti hadist Nabi,


"Barangsiapa yang menunjuki kepada orang lain amalan kebaikan maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya." (HR. Muslim)

Hal ini berlaku juga jika kita memberi buku Yasin dan tahlil terjemahan 3 bahasa ini  kepada keluarga, teman atau perpustakaan sekolah, selama mereka mengamalkan isi buku ini maka kita akan mendapat pahala yang sama seperti mereka juga.

Bisa juga pada saat ada keluarga kita yang meninggal, buku Yasin dan tahlil terjemahan 3 bahasa ini diberikan kepada tamu-tamu yang datang, agar kita  bisa berdoa bersama demi kebaikan dan keselamatan keluarga, para tamu yang datang dan buat ahli kubur.






                                  IN SHAA ALLAH  (Semoga ALLAH meridhoi kita )